Headlines News :
Home » » Menyoal Penghargaan Bagi 7 Menteri SBY

Menyoal Penghargaan Bagi 7 Menteri SBY

Written By Unknown on Selasa, 13 Agustus 2013 | 14.32

INILAH.COM, Jakarta - Di tengah minimnya prestasi kerja para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) periode kedua, sebanyak 7 Menteri mendapat penghargaan dari Presiden SBY. Penghargaan yang mengatasnamakan negara itu, dengan kategori Bintang Mahaputera Adipradana, terasa dipaksakan.

Mereka yang memperoleh penghargaan adalah Hatta Rajasa (Menko Perekonomian), Jero Wacik (Energi dan Sumber Daya Mineral), Joko Kirmanto (Pekerjaan Umum), M Nuh (Pendidikan dan Kebudayaan), Mari Elka Pangestu (Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Suryadharma Ali (Agama) dan Sudi Silalahi (Sekretaris Negara).

Penghargaan tersebut merupakan salah satu hak prerogatif Presiden dan dijamin oleh konstitusi. Sehingga mau tidak mau harus diamini oleh seluruh rakyat. Siapapun rakyat yang melihat penghargaan itu tidak pantas, tetap saja 'harus' bisa menerima dan bersetuju. Mengapa pemberian penghargaan itu perlu dikritisi atau dipersoalkan dan dilihat sebagai sebuah keputusan yang tidak pantas?

Banyak alasannya. Tetapi agar lebih mudah mencermatinya, cukup diringkas menjadi dua kategori saja : psikologis dan fakta aktual. Secara psikologis momentum waktu yang dipilih tidak tepat. Momentum sekarang, bukan era dimana pemerintah mengobral penghargaan. Rakyat semakin cerdas dan sulit dibohongi. Kalau memang tidak pantas, sekalipun penghargaan itu ditulis dengan tinta emas, dampaknya tak akan membuat rakyat otomatis menghargai para pejabat negara penerimanya.

Seorang Menteri yang diangkat oleh Presiden kemudian bersumpah akan bekerja sebaik-baiknya bagi bangsa dan negara kemudian atas sumpah itu ia diberi berbagai fasilitas, sebesar apapun prestasinya tak pantas diberi penghargaan. Bekerja dengan prestasi terbaik, sudah menjadi kewajibannya.

Lain halnya kalau dalam tugasnya sebagai Menteri, yang bersangkutan nyaris kehilangan nyawa. Kalau sampai kehilangan nyawa, keluarganya lah yang berhak menerima penghargaan. Dapat dipastikan, semua Menteri yang Selasa 13 Agustus ini menerima penghargaan, belum sampai mengalami situasi seperti di atas.

Yang patut mendapat penghargaan adalah rakyat jelata, non pejabat, yang bekerja tanpa fasilitas negara, tapi dia bisa berbuat sesuatu bagi bangsa dan negara. Walaupun penghargaan itu dikaitkan dengan kegiatan perayaan tahunan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, waktunya tetap tidak tepat. Jika mau dipaksakan akan lebih bijaksana apabila pemberian penghargaan dilakukan pada Agustus 2014, saat masa bakti KIB II akan segera berakhir.

Semakin tidak tepat waktunya karena sebetulnya rakyat sudah letih dengan segala aktifitas para menteri. Hampir semua nenteri mengekor pada Presiden SBY yaitu berlomba melakukan kampanye pencitraan. Saking bersemangatnya, hampir tak ada anggota kabinet yang tidak memasang baliho yang dihiasi dengan foto pribadi.

Pemandangan di jalan-jalan raya apakah di Jakarta atau luar Ibu Kota, memperlihatkan rata-rata para Menteri KIB II meniru gaya para pejabat di negara-negara sosialis (komunis). Mereka suka memasang foto dalam ukuran besar di jalan-jalan. Ingin menggambarkan sisi positif, kegantengannya kalau ia seorang laki-laki, atau sebagai pejabat (politbiro) ia cukup merakyat, mengayomi dan sebagainya.

Intinya para anggota KIB rata-rata sibuk mengejar dan menggelar pencitraan. Lantas akibat dari kegiatan pencitraan itu, kini, Presiden SBY atas nama negara, rakyat lalu mengeluarkaan penghargaan. Otomatis pemberian penghargaan itu menimbulkan persepsi sebuah kebijakaan yang tidak berkualitas. Penghargaan itu lagi-lagi terkesan sebuah agenda pencitraan. Jika para menteri mendapat penghargaan, berarti pimpinan mereka (Presiden SBY), juga pantas mendapat penghargaan.

Muncul kesan pemberian penghargaan tidak berpijak pada kriteria yang jelas. Atau kriteria yang digunakan tak dapat dipertanggunggung jawabkan. Pemberian penghargaan tidak berpijak pada situasi obyektif yang ada di masyarakat.

Dan kalau keluarnya penghargaan itu terjadi oleh karena prakarsa Presiden SBY, maka semakin jelas, SBY sudah kehilangan kepekaannya atas situasi riil yang terjadi di masyarakat. SBY dan rakyat yang dia pimpin semakin dibatasi oleh jurang pemisah yang lebar, jurang mana diciptakan sendiri oleh Presiden SBY.

Semua menteri yang menerima penghargaan belum menyelesaikan tugas konstitusional mereka. Hampir semua menteri penerima penghargaan sedang menghadapi masalah dan masalah itu belum diselesaikan. Sorotan masyarakat terhadap kelemahan dan kinerja para Menteri, hampir setiap hari muncul di media-media sosial maupun media main-stream.

Salah satu contohnya Menteri Pendidikan M Nuh. Sebanyak 7.830 orang Facebookers membentuk kekerabatan dengan semboyan "Gerakan Pecat Muhammad Nuh dari Menteri Pendidikan". Gerakan Rakyat ini mereka bentuk sebagai akibat dari kegagalan Kementerian Pendidikan menggelar Ujian Nasional secara baik di 2013 ini. Para orang tua murid terus mencela Menteri Nuh tetapi Presiden seakan tidak peduli suara rakyat.

Baru-baru ini Kementerian yang dipimpinnya mendapat rapor merah dari Ombudsman, sebuah bukti pemberian penghargaan yang akan diterimanya Selasa 13 Agustus 2013, sangat kontroversil. Menteri Nuh justru merasa aneh dengan penilaian Ombudsman itu. Lagi-lagi Presiden SBY tidak bereaksi atas kinerja Menteri Nuh.

Bahkan yang lebih mnengagetkan dari tindakan Pak Menteri – di tengah sorotan atas kegagalan Kementeriannya menyelenggarakan Ujian Nasional secara baik, eks Rektor Institute Teknologi Surabaya itu meminta supaya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menyelidiki tentang kemungkinan terjadinya skandal korupsi di lembaga yang dia pimpin.

Mengagetkan sebab semestinya Menteri Nuh sadar bahwa dia sedang dalam sorotan sebagai pejabat negara yang tidak bertindak atas terjadinya penyalah gunaan dana pemerintah untuk Ujian Nasional 2013 ini.

Uniknya sekalipun berbagai karikatur dan parodi disebar oleh berbagai media atas langkah-langkah mengagetkan Menteri Nuh, tetapi yang bersangkutan seperti kata anak-anak baru gede (ABG) : "nggak ngaruh tuh..."

Kalau dibuat sebuah rekapitulasi singkat hampir semua Menteri yang mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana, sedang bermasalah: Menteri Hatta Rajasa, masih terus berupaya untuk mengatasi kenaikan harga kebutuhan utama.

Menteri Jero Wacik, sikapnya yang maju mundur tentang kapan pengumuman kenaikan harga BBM tahun ini telah menimbulkan berbagai spekulasi ekonomi yang akibatnya merugikan rakyat banyak.

Menteri Joko Kirmanto seharusnya malu dengan proyek perbaikan jalan Pantura. Selain anggarannya terus membengkak dari tahun ke tahun, proyek itu sudah menjadi bahan tertawaan. Ada yang menyebut proyek itu mengalahkan durasi pekerjaan membangun Patung Sphynx di Mesir.

Menteri Elka Pangestu, kalau memang dianggap berprestasi, mengapa digeser dari Kementerian Perdagangan yang portofolionya memang lebih besar dibanding Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ?

Menteri Suryadharma Ali, juga masih harus melakukan pembenahan di tubuh kementriannya terkait beberapa kasus korupsi seperti pencetakan Alqur'an yang saat ini sedang disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Juga keluhan tentang perselisihan antara Ahmadiyah dan komunitas Islam belum terselesaikan.

Lalu dimana prestasi sang Menteri sehingga wajar mendapat penghargaan dari negara dengan kategori Bintang Mahaputra?

Share this post :
 
About Us | Advertise With Us | Privacy Policy | Contact Us
Copyright © 2011. Ayo Memilih Lagi ! - All Rights Reserved
Developed by BQ SISCAWATI Published by Ayo Group
Proudly powered by CV. ANEKA JASA MANDIRI